Selasa, 20 Mei 2014

MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN


Bisnis adalah suatu aktivitas yang selalu berhadapan dengan risiko dan return. Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank syariah juga akan menghadapi risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan kalau dicermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang sarat dengan risiko. Karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan produk-produk bank yang mengandung banyak risiko seperti produk mudharabah, musyarakah, dan sebagainya. Oleh karenanya para pejabat bank syariah harus dapat mengendalikan risiko seminimal mungkin dalam rangka untuk memperoleh keuntungan yang optimum.
Secara spesifik, risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam kegiatannya yaitu meliputi risiko likuiditas (liquidity risk), risiko pembiayaan/kredit (credit risk), risiko hukum (legal risk), risiko pasar (market risk), risiko operasional (operational risk), risikop reputasi (reputation risk), dan risiko modal (capital risk). Perbankan syariah tidak akan berhadapan dengan risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank syariah tidak menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan meskipun tidak secara rinci tentang pengertian, penyebab, dan manajemen dari masing-masing risiko-risiko yang telah disebutkan di atas.









BAB II
PEMBAHASAN


A.    Manajemen Risiko Pembiayaan
Risiko Pembiayaan didefinisikan sebagai potensi dari bank peminjam atau pihak counter yang akan gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan syarat yang disepakati. Tujuan dari manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan tingkat pengembalian kepada bank dengan menjaga resiko pemberian kredit supaya berada di parameter yang dapat diterima. Bank perlu mengelola risiko kredit dari seluruh portofolio serta risiko dari individu atau kredit atau transaksi.
Bagi sebagian besar bank, pinjaman adalah yang terbesar dan juga sumber resiko kredit, namun sumber-sumber risiko kredit lain juga terdapat di seluruh kegiatan bank, termasuk pembukuan perbankan dan pembukuan perdagangan baik yang di dalam atau di luar neraca. Resiko kredit perbankan semakin meningkat (atau resiko dari pihak lainnya ) di berbagai instrumen keuangan selain pinjaman termasuk penerimaan, transaksi antar bank, pembiayaan perdagangan, transaksi valuta asing, masa depan keuangan, swap, obligasi, ekuitas, opsi dan perluasan komitmen dan jaminan, penyelesaian transaksi.

B.     Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya. Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat bunga.
Kerugian bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit tidaklah memadai atau meng-cover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang terlampau besar.[1]
1)      Pembiayaan Ijarah : Resiko yang timbul dan penyebabnya[2]
§  Jika barang milik bank, timbul resiko tidak produktifnya asset iajarah karena tidak adanya nasabah.
§  Jika barang bukan milik bank, timbul resiko rusaknya barang oleh nasabah karena pemakaian tidak normal.
§  Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul resiko tidak performnya pemberi jasa.
Penyelesaian :
§  Resiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak dapat dihindari.
§  Jika resiko timbul karena pemakaian di luar normal, Bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal.
§  Jika resiko yang timbul karena tidak perform-nya pemberi jasa, Bank dapat menetapkan kovenan bahwa resiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah.

2)      Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).
Resiko yang bisa timbul adalah ketidakmampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar di akhir periode. Sedangkan penyebabnya yaitu jika pembayaran dilakukan dengan sistem Ballon Payment (pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode). Risiko tersebut dapat diselesaikan dengan cara memperpanjang jangka waktu sewa.



3)      Pembiayaan Salam dan Istishna
Karena kedua skim ini barang diserahkan di akhir akad, maka resiko yang akan dihadapi adalah gagal serah barang dan resiko jatuhnya harga barang. Cara untuk meyelesaikannya adalah sebagai berikut :
·         Resiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan harganya.
·         Resiko gagal serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan resiko kolateral 220 %, yaitu 100 % lebih tinggi daripada rasio standar 120 %.

4)      Pembiayaan Mudharabah/Musyarakah[3]
Kontrak mudharabah dijalankan oleh bank syariah, maerupakan suatu kontrak peluang investasi yang mengandung banyak risiko tinggi. Sebab model kontrak tersebut sarat dengan asymmetric information. Arsimetrik informasi adalah kondisi yang menunjukkan sebagai investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikiinya. Arsimetrik informasi yang dilakukan agen dalam kontrak keuangan biasanya berbentuk moral hazard dan adverse selection. Sadr dan Iqbal mengatakan : adverse selection terjadi pada kontrak utang ketika peminjam memiliki kualitas yang tidak baik atas kredit diluar batas ketentuan tingkat keuntungan tertentu, dan moral hazard terjadi ketika melakukan penyimpangan atau menimbulkan risiko yang lebih besar dalam kontrak.
Dalam kontrak mudharabah, ketika proses produksi dimulai, maka agen menunjukkan etika baiknya atas tindakan yang telah disepakati bersama. Namun setelah berjalan, muncul tindakan yang tidak terkendalikan yaitu moral hazard ( tindakan yang tidak dapat diamati) dan adserve selection ( etika pengusaha yang secara melekat yang tidak dapat diketahui oleh pemilik modal). Dari uraian di atas, terlihat bahwa masalah asimetrik informasi adalah sangat berhubungan erat dengan masalah keuangan atau investasi. Terlebih jika dikaitkan dengan kontrak keuangan mudharabah.
Penyimpangan-penyimpangan berupa asymmetric information dalam kontrak mudharabah dapat diminimalisasikan, sehingga dapat mengoptimalkan hasil investasinya. Dalam kaitan ini Presley dan Session menunjukkan cara-cara untuk mengendalikan asimetrik informasi dalam kontrak mudharabah yang dikenal dengan istilah “ incentive compatible constraints “.
Model yang disarankan oleh Presley dan Session tersebut kemudian diadopsi oleh Karim (2000) untuk mengendalikan penerapan pembiayaan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia. Karim menjelaskan, bahwa : untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko asimetrik informasi (moral hazard), maka bank syariah (BMI) menerapkan sejumlah batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu :
a)         Menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak mudharib-nya lebih besar dan atau mengenakan jaminan.
b)        Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasionalnya lebih rendah
c)         Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan
d)        Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.
Batasan atau syarat tersebut merupakan bagian dari proses monitoring dan supervisi bank syariah atas pembiayaan mudharabah yang disalurkan. Hasil penelitian Sadr dan Iqbal (2000) menyimpulkan bahwa : dengan meningkatkan pengawasan dan pemantauan, meminimalisasi asimetrik informasi dapat memperkecil terjadinya masalah agensi.[4]
5)      Pembiayaan Murabahah[5]
Resiko yang akan timbul yaitu tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga. Sedangkan penyebab adalah kenaikan DCMR (Direct Competitors Market Rate), kenaikan ICMR (InDirect Competitors Market Rate), kenaikan ECRI (Expected Competitive Return For Investors). Solusinya yaitu dengan menetapkan jangka waktu maksimal pembiayaan dengan mempertimbangkan :
·         Tingkat (marjin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR) semakin cepat perubahan DCMR, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
·         Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICRM, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.
·         Ekspektasi bagi hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

C.    Pengendalian Resiko Pembiayaan

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal LKS yang mengalami perkembangan yang pesat, LKS pada umumnya dan perbakan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.
Resiko-resiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu LKS memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usahanya.

D.    Identifikasi Risiko

LKS mengembangkan pemetaan resiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi resiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu LKS untuk mengetahui dan menentukan tempat dimana resiko berada. Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari resiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
1.      Membuat daftar berbagai resiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
2.      Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Resiko Kredit, Resiko Pasar, Resiko Likuiditas, dan Resiko Operasional yang dihadapi LKS. Dengan membandingkan resiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua resiko berikut keterkaitannya satu sama lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
3.      Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial, budaya, hokum, dan lain sebagainya.
4.      Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
5.      Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
6.      Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari proses Manajemen Resiko yang berkelanjutan.
7.      Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan para pegawai.
8.      Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang terjadi, dan sumber Resiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara internal.
9.      Benchmarking/best practices, alat Manajemen Resiko yang juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian resiko.
10.  Jasa konsultasi yang memahami Resiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi Resiko.


E.     Teknik Mengidentifikasi Dan Menilai Resiko

Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Resiko.
Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:
1.      Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
2.      Workshop. LKS sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Resiko yang akn menolonh pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan menilkai Resiko.
3.      Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan dan resiko yang mungkin timbul.
4.      Self-assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
5.      Filters. Resiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Resiko yang terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
6.      Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi elemem-elemen dari Manajemen Resiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya, best practices.
7.      Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan membimbing mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Resiko mulai saat mereka merencanakan dan menjalankan proses.
8.      “Bottom up” risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Resiko. Hasilnya diakumulasi di tingkat pusat.
9.      Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai Resiko dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio dalam satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.


F.     Matrix
Penentuan akhir dari risiko diperoleh dengan mengalikan threat likelihood (contoh: probability) dan impact. Matriks di bawah ini adalah matriks 3 x 3 kemungkinan ancaman (Tinggi, Sedang, dan Rendah) dan dampak ancaman (Tinggi, Sedang, dan Rendah). Tergantung pada kebutuhan dan seberapa detail penilaian risiko yang diinginkan, beberapa tempat dapat menggunakan matrix 4 x 4 atau 5 x 5.
Yang terakhir ini dapat mencakup sebuah Sangat rendah / Sangat Tinggi kemungkinan ancaman dan Sangat rendah / Sangat dampak Tinggi ancaman untuk menghasilkan sebuah Sangat rendah / Sangat tingkat risiko tinggi.
Sampel matriks pada Tabel 2.3 menunjukkan bagaimana tingkat risiko keseluruhan Tinggi, Sedang, dan Rendah berasal.  Penentuan tingkat-tingkat risiko atau peringkat mungkin subjektif. Alasan untuk pembenaran ini dapat dijelaskan dalam hal kemungkinan sudah ditetapkan untuk setiap tingkat kemungkinan ancaman dan nilai yang ditetapkan untuk setiap tingkat dampak. Sebagai contoh,
         Probabilitas ditetapkan untuk setiap tingkat kemungkinan ancaman adalah 1,0 untuk Tinggi, 0,5 untuk Medium, 0.1 untuk Rendah 18
         Nilai diberikan untuk setiap tingkat dampak adalah 100 untuk High, 50 untuk sedang, dan 10 untuk rendah.
Threat Likelihood
Low
(10)
Impact Medium (50)
High
(100)
High (1.0)
Low
10 x 1.0 = 10
Medium
50 x 1.0 = 50
High
100 x 1.0 = 100

Low
10 x 0.5 = 5
Medium
50 x 0.5 = 25
High
100 x 0.5 = 50
Low (0.1)
Low
10 x 0.1 = 1
Medium
50 x 0.1 = 5
High
100 x 0.1 = 10
Risk Scale : High (> 50 to 100); Medium (>10 to 50); Low (1 to 10)8



G.    Mitigasi Resiko
Mitigasi risiko adalah suatu metodologi sistematis yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi risiko. mitigasi risiko dapat dicapai melalui salah satu dari pilihan berikut :
         Risk Assumption
Menerima risiko potensial dan terus mengoperasikan sistem TI atau untuk menerapkan kontrol untuk menurunkan risiko ke tingkat yang dapat diterima
         Risk Avoidance
Menghindari risiko dengan menghilangkan penyebab risiko dan / atau konsekuensi (misalnya, mematikan sistem ketika risiko diidentifikasi)
         Risk Limitation
Membatasi risiko dengan menerapkan kontrol yang meminimalkan dampak merugikan dari ancaman yang berlangsung
         Risk Planning
Mengelola risiko dengan membangun suatu rencana mitigasi risiko yang memprioritaskan, menerapkan, dan memelihara kontrol
         Research and Acknowledgment
Untuk mengurangi risiko kerugian dengan menyadari kelemahan atau cacat dan meneliti sebuah kontrol untuk memperbaiki kerentanan
         Risk Transference
Melakukan transfer risiko dengan menggunakan pilihan lain / pihak ketiga untuk mengganti kerugian, seperti pembelian asuransi.

Tujuan dan misi perusahaan harus dipertimbangkan dalam memilih salah satu opsi mitigasi risiko. Ini mungkin tidak praktis untuk menangani semua risiko yang teridentifikasi, jadi prioritas harus diberikan kepada ancaman dan kerentanan yang memiliki potensi untuk menimbulkan dampak yang signifikan atau membahayakan misi perusahaan.
Karena setiap organisasi memiliki lingkungan yang unik dan tujuan yang
berbeda, pilihan yang digunakan untuk mengurangi risiko dan metode yang digunakan untuk menerapkan kontrol akan bervariasi.

 
















Gambar  Mitigasi Resiko Sistem Informasi

Mitigasi resiko sistem informasi dijabarkan sebagai berikut ( poin-poin ini adalah tindak pengendalian jika apa yang ditunjukkan oleh diagram adalah “YA”):
         Ketika kerentanan dari sistem (Cacat, kelemahan) ada, maka dapat menerapkan risk assurance untuk mengurangi kemungkinan kerentanan tersebut dimanfaatkan.
         Ketika kerentanan dari sistem dapat dimanfaatkan, gunakan proteksi berlapis, design arsitektur, dan kontrol administratif untuk meminimalisasi atau mencegah  resiko.
         Ketika pendapatan potensial lebih besar daripada biaya untuk menanggulangi penyerangan, maka gunakan proteksi untuk mengurangi motivasi penyerang, dengan menambah biaya penanggulangan ( penggunaan akses control, dengan membatasi system apa saja yang dapat diakses oleh user )
         Ketika kerugian terlalu besar, maka dapat menerapkan ulang prinsip perancangan system, architecture, technical dan non technical protection untuk membatasi waktu serangan, untuk mengurangi potensi kerugian.





BAB III
PENUTUP


Berdasarkan paparan makalah kami di atas, ada beberapa yang perlu dipahami yaitu bahwa tidak ada satupun bisnis atau investasi yang tidak mengandung risiko.  Risiko Pembiayaan didefinisikan sebagai potensi dari bank peminjam atau pihak counter yang akan gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan syarat yang disepakati.
Oleh karenanya, perlu adanya penerapan manajemen dalam rangka meminimalisir risiko-risiko tersebut sehingga bank dapat meningkatkan profitabilitasnya. Untuk menerapkan manajemen tersebut memang tidak mudah dan oleh karena itu harus ada suatu kerjasama antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuklah sistem manajemen yang kuat.
Tak lain dengan bank konvensional, bank syariah juga menghadapi risoko yang tak jauh berbeda. Perbedaan yang paling mendasar yaitu bank syariah tidak akan berhadapan langsung dengan risiko tingkat suku bunga, karena bank syariah tidak menggunakan instrumen tersebut dalam operasionalnya.
Akan tetapi, jika di pahami dengan saksama, bank syariah lebih syarat dengan risiko-risiko karena bank syariah menggunakan produk-produk yang rentan terhadap risiko seperti mudharabah dan musyarakah.
Kesimpulannya, manajemen risiko disini sangatlah penting dan mendukung berhasil tau tidaknya bank dalam melaksanakan tugasnya. Tidak hanya kerjasama intern, kerjasama ekstern juga harus diperhatikan.








DAFTAR PUSTAKA


Mulyani, Risiko dalam perbankan dan asuransi, http://risiko dalam perbankan dan asuransi.blogspot.com risiko dalam perbankan dan asuransi.html
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005, hlm 358.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005, hlm 60.
HendroWibowo,ManajemenRisikoBankSyariah,http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/ manajemen risiko bank syariah.html.
Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko Perbankan Syariah, http://master-islamic.ac.id,
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/manajemen pengawasan risiko pada produk-pruduk bank syariah .html.
Zulfikar,ManajemenBankSyariah,http://belajarbanksyariah.blogspot.com/2007/07/manajemen risiko bank syariah.html.



[1] Zainul Arifin, Dasar-Dasr Manajemen Bank Syariah...hlm 210.
[2] http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/manajemen pengawasan risiko pada produk-pruduk bank syariah .html di kutip pada 20/05/2011.
[3] Muhammad, Manajemen Bank Syariah...hlm 365.
[4] Muhammad, Manajemen Bank Syariah...hlm 367.
[5] http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/manajemen pengawasan risiko pada produk-pruduk bank syariah .html di kutip pada 20/05/2011.